Kamis, 21 Mei 2015

asal mula isis berdiri

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, gerakan radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mampu menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Banyak pihak yang khawatir gerekan tersebut tumbuh subur di Indonesia.
Dilihat dari karakteristik pergerakanya, kemunculan ISIS dianggap mirip dengan kemunculan Ikhwanul Muslimimin. Hal ini diungkapkan oleh Aguk Wirawan selaku pengurus Les Bumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia), salah satu organisasi yang berada di bawah Nahdlatul Ulama (NU).
Ikhwanul Muslimin berdiri empat tahun setelah runtuhnya khilafah Islam terakhir, yakni khilafah Utsmani pada 24 Mei 1924. Ikhwanul Muslimin kemudian berdiri dengan tujuan untuk mendirikan khilafah kembali. Hal ini yang saat ini coba dilakukan oleh ISIS.
Diceritakan oleh Aguk, kisah ISIS bermula pada tahun 2003. Tahun itu, AS menginvasi Irak karena negara itu dituduh terkait dengan kegiatan terorisme dan punya senjata pemusnah massal. Ketika itu, Saddam Hussein adalah penguasa Irak. Saddam merupakan bagian dari golongan minoritas Sunni (sekitar 20 persen dari populasi) yang merepresi mayoritas Syiah (63 persen dari populasi).
“AS menaklukkan Irak dengan cepat. Namun, AS tidak punya rencana untuk Irak. Sejak itu, kaum mayoritas Syiah mengambil alih kekuasaan dan pada gilirannya merepresi golongan Sunni. Tentu saja kalangan Sunni tidak diam saja,” cerita pria yang pernah menulis buku dengan judul Agama Tanpa Cinta ( Dibalik Fatwa Jihad Imam Samudra) tersebut.
Kemudian muncul pemberontakan dari golongan Suni yang tersisa di Irak. Salah satu pemberontakan tersebut di bawah pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi. Irak pun jatuh dalam perang saudara berdarah tahun 2006. Sejak itu, warga Irak terbelah berdasarkan agama, Sunni yang umumnya tinggal di utara dan Syiah yang umumnya di selatan.Kemudian pada tahun 2010 muncul gejolak di Suriah dan terjadi perang saudara di Suriah. Semakin lama perang itu berlangsung, semakin banyak kelompok-kelompok milisi asing bergabung dalam peperangan itu. Kebanyakan dari mereka datang karena alasan agama. Mereka bertujuan dapat mendirikan sebuah negara Islam di kawasan itu, salah satunya adalah Abu Bakr al-Baghdadi.
Dia memanfaatkan situasi yang berlangsung di Suriah untuk mendirikan negara Islam di kedua negara tersebut. “Dari latar belakang tersebut, sebenarnya ISIS muncul dari isu politik lokal, tetapi mereka mengambil simpati dari umat Islam seluruh dunia, sehingga isu ISIS ini bisa menjadi sedemikian besarnya,” kata Aguk.
Saat ini, Abu Bakr al-Baghdadi tidak hanya mengupayakan merdekanya Irak dan Suriah, dia saat ini memiliki cita-cita untuk menegakan khilafah islamiyah. “Konsep Khilafah Islamiyah ini tidak mengenal batas teritorial, yang menjadi batas hanyalah keimanan dan keyakinan seseorang. Jadi Abu Bakr al-Baghdadi ingin menyatukan seluruh dunia dalam satu pemerintahan yang berdasarkan aturan Islam,” ungkap Aguk.
Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya bergama Islam dan jumlahnya terbesar di dunia, maka besar kemungkinan Indonesai menjadi target dari ISIS dalam upayanya menegakan khilafah tersebut.
“Jika kita melihat dokumen yang dikeluarkan ISIS ada beberapa poin yang itu harus di ikuti oleh pengikutnya, seperti mengibarkan bendera ISIS yang berkalimat sahadat, setiap orang yang sudah dibait wajib membentuk bataliyon, dan siap mati demi tegaknya khilafah. Dan bagi siapa saja membiarkan negara dalam hukum kafir dia adalaha bagian dari orang kafir,” jelas Aguk.
Doktrin-doktrin yang dikelaurkan oleh ISIS tersebut dapat memicu tindakan radikal dari sekelompok masyarakat Indonesia yang merasa sejalan dengan gerakan ISIS tersebut.
Menurut Aguk, Islam harus dipelajari dengan beberapa pendekatan, seperti pendekatan budaya dan kemanusiaan. “Jika Islam hanya dipelajari berdasarkan fikih dan tekstual semata, akan memunculkan pemahaman yang radikal. Jika mempelajari Islam dengan pendekatan budaya, maka akan muncul ajaran Islam yang berbudaya,” ujarnya.Yogyakarta sebagai wilayah yang memiliki keterbukaan yang sangat tinggi terhadap kelompok orang maupu paham baru, rentan menjadi daerah yang dijadikan basis gerakan ISIS. Berdasarkan penjelasan Aguk, dari pengalaman munculnya gerakan radikal Islam di Indonesia, Yogyakarta dan Solo dikenal sebagai basisnya.
“Pemerintah saya rasa sudah cukup cepat dalam menanggapi dan mengantisipasi isu ISIS ini. Tetapi yang harus paling waspada adalah orang tua yang memiliki anak usia remaja. Selama ini kebanyakan dari anggota gerakan radikal adalah mereka yang berada di usia produktif dan remaja,” tambahnya.
Saat ini informasi mengenai berbagai macam gerakan radikal mudah ditemui para remaja melalui internet dan media sosial. Hal ini yang membuat orang tua harus lebih waspada menjaga anaknya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar